KONSELING
Makalah
Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Ilmu Komunikasi
M. Arief
Amrullah B34210056
Khoirul Anam B54210067
Faishol Huda B74210076
Dion defrisli B04210084
Abdul Jalil B04210053
Ika Nur
Ridiawati B74210070
Sastrawati B04210083
Dosen Pembimbing:
Airlangga Bramayuda
MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telah banyak sekali usaha dilakukan
untuk menjelaskan penggunaan terminology dengan menunjukkan perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam perkataan bimbingan yang digunakan sebagai suatu konsep,
suatu bentuk pendidikan dan sebagai program pendidikan. Sebagai suatu konsep
bimbingan berarti menolong individu, sebagai sutu bentuk pendidikan, bimbingan
berarti pengalaman yang disediakan untuk dapat menolong individu agar dapat
memahami diri sendiri, sebagai suatu program bimbingan mengikuti cara mengatur
dan proses yang disusun untuk mencapai beberapa tujuan pendidikan dan tujuan
pribadi
Bimbingan yang dimaksud adalah proses
untuk menolong individu memahami diri mereka serrta dunia mereka. Untuk lebih
jelasnya berikut ini akan ditegaskan makna yang terkandung dalam bimbingan
diatas: pertama, proses adalah fenomena yang menunjukkan perubahan yang terus
menerus mengikuti zaman, bimbingan melibatkan tindakan yang sistematis yang
menuju arah tercapainya tujuan. Kedua menolong diartikan sebagai membantu,
mendukung, menyumbang atau menyediakan. Ketiga individu maksudnya bahwa
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu yang normal, yaitu
mereka yang memerlukan bantuan dengan peristiwa dan hal yang berlaku pada masa
perkembangan yang normal. Keempat untuk memahami diri dan dunia mereka
maksudnya, individu akan dapat mengetahui siapa diri mereka sebenarnya sebagai
seorang individu, sehingga mereka lebih peka tentang pribadi sendiri dan
mempunyai persepsi yang jelas tentang kedaan diri mereka, mereka akan mengarungi
dunia mereka sendiri, bersatu dengan keadaan lingkungan dan berinteraksi dengan
cara yang mendalam dan menyeluruh.
Dengan demikian bimbingan yang dimaksud
adalah penyelesaian melalui konseling. Dan makalah yang akan dibuat adalah
mengenai pembahasan pengertian konseling, tujuan konseling, macam-macam
konseling berdasarkan teori, dan maanfaat konseling terhadap manajemen.
BAB II
A.
Pengertian
Konseling
Para ahli berusaha merumuskan konseling
dengan pendekatan dan penekanan yang berbeda-beda tergantung orientasi dan
latar belakang pengetahuan serta falsafah dalam pendekatan yang dianutnya.
Mempelajari berbagai perumusan konseling dan pengertiannya, akan
memberikanpegangan dan kemantapan bagi para konselor maupun calon konselor.
Dilihat dari sejarahnya, konseling
berkaitan erat dengan pemberian nasehat. Sesuatu keinginan untuk membantu orang
lain dengan memberikan nasehat, namun kenyataannya tidak sederhana sebagaimana
di perkirakan. Dalam usaha merumuskan sesuatu, tidak mungkin terhindar dari latar
belakang teori dan pandangan dari ahli atau tokoh yang menyusun, yang
merumuskan, serta penekanan sesuai dengan orientasi khusus yang ingin lebih
ditonjolkan.
Stewart (1986), menyusun secara
kronlogis berbagai perumusan mengenai konseling sebagai berikut:
1. Rogers
(1942) : suatu hubungan yang bebas dan berstruktur yang membiarkan klien
memperoleh pengertian sendiri yang membimbingnya untuk menentukan
langkah-langkah positif kea rah orientasi baru.
2. Pepinsky
(1954) : interaksi yang:
a. Terjadi
antara dua orang, yang satu disebut sebagai konselor dan yang lain sebagai
klien.
b. Berlangsung
dalam kerangka professional, dan
c. Diarahkan
agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku klien.
3. Smith
(1955) : suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang
mengalami kesulitan dan pengalamannya mungkin dapat di pergunakan untuk
membantu orang lain mempu memecahkan persoalan pribadi.
4. Blocher
(1966) : membantu seseorang agar menyadari reaksi-reaksi pribadi terhadap
pengaruh perilaku dari lingkungan dan membantu seseorang membentuk makna dari
perilaku. Konseling juga membantu klien membentuk dan memperjelas rangkaian
dari tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku selanjutnya[1].
Dari
Robinson dalam M. Surya dan Rochman Natawijaya (1986) mengartikan konseling
adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang yaitu klien
dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya
sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk
memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar,
meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan[2].
Jadi pengertian yang sederhana untuk
konseling adalah sebagai suatu proses pembelajaran yang seseorang itu belajar
tentang dirinya serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah
laku yang dapat memajukan perkembangan pribadinya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa konselng ialahhubungan antara seorang konselor yang terlatih
dengan seorang klien atau lebih, bertujuan untuk membantu klien memahami ruang
hidupnya, serta mempelajari untuk membuat keputusan seendiri melalui
pilihan-pilihan yang bermakna dan yang berasakan informasi dan melalui
penyelesaian masalah-masalah yang berbentuk emosi dan masalah pribadi[3].
B.
Tujuan
konseling
a.
Kesehatan mental positif
Konselor
yang berkecondong efektif menyatakan bahwa pemeliharaan atau mendapatkan mental
sehat merupakan manfaat konseling. Jika mental sehat tercapai maka akan
terbententuk generasi yang mempunyai integrasi, penyesuaian dan identifikasi
positif terhadap orang lain. Di sini individu belajar menerima tanggung jawab,
jadi mandiri, dan mencapai integrisi tingkah laku.
b.
Keefektifan Pribadi
Statemen
lain tujuan konseling yang erat hubungannya dengan kesehatan mental,
berorentiasi afektif dan agak condong ke orientasi kognitif adalah keefektifan
pribadi. Pengertian pribadi efektif menurut Blocher adalah:
a)
Pribadi
yang tampak menyelaraskan dengan cita-cita, memanfaat waktu dan tenaga, mengenal dan tanggung jawab.
b)
Merumuskan
dan memecahkan masalah-masalah.
c)
Tampak
relative ajeg atau konsisten dalam menjalani situasi khusus peranannya.
d)
Mampu
mengontrol dorongan-dorongan dan melakukan respons.
c.
Pembuatan Keputusan
Para
konselor yang condong pada orientasi kognitif, sedikit masih ada unsure afektifnya,
menyatakan tujuan konseling sebagai pembuatan keputusan mengenai hal-hal
genting bagi seluruh konseli atau memilihkan cara alternative bagi tindakan
konseli. Konseli harus tahu mengapa dan bagaimana ia mendapat keputusan. Ia
belajar meningkatkan konsekuensi-konsekuensi yang timbul karena berkenaan
dengan pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang dan resiko lainnya. Williomson
menjelaskan maslaah-masalah itu, bahwa konselor membantu siswa-siswa memilih
tujuan-tujuan dengan tingkat kepuasan tertinggi yang dapat dicapai dalam
keterbatasan factor-factor lingkungan maupun factor-factor pribadi klien.
d.
Perubahan Tingkah Laku
Inilah
pertanyaan tujuan-tujuan konseling yang paling banyak dipakai orang akhir-akhir
ini. Para pakar konseling ada yang memadukan antara tujuan-tujuan berkenaan
dengan perubahan struktur pribadi sampai sampai perubahan prilaku tampak, ada
yang ketat terpaku hanya pada perubahan prilaku tampak saja. Perubahan tingkah
laku sebagai tujuan konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon
khusus terhadap frustasi ataupun perubahan sikap terhadap orang lain atau diri
sendiri.
C.
Macam-macam
konseling berdasarkan teori
a.
Konseling
Trait dan factor
Beberapa tokoh utama teori sifat dan
factor adalah Walter Bingham, John Darley, Donald G. Paterson, dan E.G.
Williamson. Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli
tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh konselor melalui hasil testing.
Berdasarkan hasil testing pula ia mengetahui kelamahan dan kekuatan kepribadian
konseli. Konselor membantu konseli menentukan tujuan yang akan dicapainya
sesuai dengan bakat hasil tes. Juga dengan memberitahukan sifat serta bakat
konseli bias mengelola hidupnya sendiri sehingga dapat hidup lebih berbahagia.
Pendekatan teori ini sering disebut kognitif rasional karena peranan konselor
dalam konseling ialah memberitahukan, member informasi, dan mengarahkan
konseling[4].
b.
Konseling
Rational emotive
Tokoh teori ini adalah Albert Ellis.
Tugas konselor menurut Ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan
menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa: (a) kesulitan disebabkan oleh
persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis, dan (b) usaha
memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang
efektif akan membantu klien untuk ,mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku
yang tidak logis.
Tujuan utama terapi rasional-emotif
adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber
gangguan emosionalnya. Kemudian membantu klien agar memperbaiki cara berfikir,
merasa, dan berprilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di
masa yang akan datang[5].
c.
Konseling
Behavioral
Yang dapat digolongkan sebagai
tokoh-tokoh dan banyak memberikan informasi mengenai konseling behavioral
antara lain JohnD. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosford, Bandura, Wolpe
dan sebagainya.
Menurut Krumboltz dan Thoresen,
konseling behavioral merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar
memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan
istilah belajar dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor
membantu orang (klien) belajar atau mengubah prilaku. Konselor berperan
membantu dalam proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa
sehingga klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya[6].
d.
Konseling
Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan suatu metode
penyembuhan yang lebih bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Tokoh utama
dan pendiri psikoanalisa ialah Sigmund Freud, sebagai orang pertama yang
mengemukakan konsep ketitaksadaran dalam kepribadian. Konsep-konsep
psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling.
Tujuan konseling psikoanalisa adalah
untuk membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak
sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses konseling dipusatkan pada usaha
menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa
lampau ditata, didiskusikan, dianalisa, dan ditafsirkan dengan tujuan untuk
merekonstruksi kepribadian. Konseling analitik menekankan dimensi efektif dalam
membuat pemahaman ketidaksadaran. Tilikan dan pemahaman intelektual sangat
penting, tetapi yang lebih penting adalah mengasosiasikan antara perasaan dan
ingatan dengan pemahaman diri[7].
e.
Konseling
psikologi Individual
Psikologi individual dikembangkan oleh
Alfred Adler, sebagai suatu system yang komparatif dalam memahami individu
dalam kaitanya dengan lingkungan social. Alfred memisahkan diri dari
psikoanalisa Freud karena ketidak setujuannya kepada pandangan Freud, mengenai
libido seksual sebagai penyebab utama neurosis. Pengikut Adler antara lain
adalah Rudolp Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donald Dinkmeyer.
Tujuan konseling menurut Adler adalah
mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri, memperbaiki
kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup,
mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Klien harus mencapai tilikan mengenai kesalahan gaya hidupnya, menghadapi
mekanisme superioritas dan mengembangkan minat social. Klien harus dibantu
untuk percaya diri, dan tidak kawatir akan langkah yang akan ditempuhnya.
Konselor memberikan pelayanan secara baik sebagai ko-partisipan dalam
prosesnya, tetapi perubahan diri merupakan tanggung jawab klien[8].
f.
Konseling
Analisis Transaksional
Eric Berne dianggap sebagai pionir yqng
menerapkan teori analisa transaksional dalam psikoterapi. Dalam terapi ini
hubungan klien dengan konselor dipandang sebagai suatu transaksional
(interaksi, tindakan yang diambil, Tanya jawab) dimana masing-masing partisipan
berhubungan satu dengan yang lainnya sebagai fungsi tujuan tertentu. Setiap
tindakan dengan orang lain merupakan proses timbal balik dan peraturan memulai,
merespon, dan member umapan balik. Transaksi menurut Berne adalah sebagai
manifestasi hubungan social.
Tugas konselor yang menggunakan analisis
transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide system untuk mendiagnosa
transaksi dan membantu individu untuk hidup dalam ego state dewasa dengan ego
lainnya berfungsi secara tetap. Konselor transaksional selalu aktif,
menghindari kedaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk
memelihara perhatian pada transaksi. Hubungan transparasi dihindari, tetapi
bila hal itu muncul kemudian dihadapi dengan generalisasi dari transaksi
anak-anak. Analisis transaksional dapat diterapkan dalam konseling individual
dan kelompok.
Tujuan konseling adalah membantu klien
dalam memprogram pribadinya agar dapat membuat egi state berfungsi pada saat
tepat. Tetapi analisis transaksional membuat orang dapat menganalisis transaksi
dirinya sendiri. Klien dibantu menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan
menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan[9].
g.
Konseling
berpusat pada klien
Konseling yang berpusat pada klien
sering pula disebut sebagai konseling teori diri, konseling non-direktif, dan
konseling rogerian. Carl R. Roger dipandang sebagi pelopor dan tokoh konseling
tersebut. Menurut Rogers konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling
yang berpusat pada klien berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan
diterima sebagai konsep, dan alat baru dalam terapi yang diterapkan tidak hanya
bagi orang dewasa akan tetapi juga bagi remaja dan anak-anak.
Konseling yang berpusat pada klien
memusatkan pada pengalaman individual. Dalam proses disorganisasi dan
reorganisasi diri, konseling berupaya untuk meminimalkan rasa diri terancam dan
memaksimalkan serta menompang eksplorasi diri. Perubahan dalam perilaku dating
melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya
untuk memperjelas dan mendapat tilikan perasaan yang mengarah kepada
pertumbuhan. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantunya untuk
menyatakan, mengkaji, dan memadukan, pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam
konsep diri. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan orang
lain dan menjadi orang yang lebih berkembang penuh[10].
h.
Konseling/terapi
Gestalt
Terapi Gestalt diciptakan dan
dikembangkan oleh Frederick S. Perls (1989-1970). Terapi ini dikembangkan dari
sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu psikoanalisis
terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, fenomenologi Eksistensialisme
Eropa dan Psikologi Gestalt.
Terapi Gestalt mengemukakan teori mengenai
struktur dan perkembangan kepribadian yang mendasari terapinya serta
serangkaian eksperimen yang dapat dipergunakan langsung oleh pembacanya.
Menurut Perls, terapi Gestalt sifatnya eksistensial dan bersesuaian dengan ilmu
pengetahuan, ilmu pengetahuan dan alam semesta.
Tujuan utama konseing Gestalt adalah
untuk meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan
potensi manusiawinya. Focus utama dalam konseling ini ialah membantu individu
melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan
mandiri. Melalui proyeksi dirinya kepada konselor,klien diharapkan menjadi
sadar bahwa baik dirinya maupun konselor ternyata tidak memiliki pribadi yang
sempurna. Artinya bahwa ada bagian kepribadiannya yang hilang, seperti yang
dialami oleh setiap orang. Bagian yang hilang itu merupakan pusat. Hal ini
perlu, sebab menurut Perls, tanpa suatu pusat berarti segala sesuatu
berlangsung pada bagian peripheral (lapis luar) sehingga tak ada suatu titik
yang akan merupakan awal kegiatan dan usaha mengatasi dunia[11].
D.
Proses
Konseling
Sebelum proses konseling dilakukan,
konselor telah memperoleh data mengenai klien yang diambil melalui wawancara
pendahuluan, yang bisa dilakukan oleh konselor atau orang lain yang ditugaskan
dan terlatih untuk melakukan hal itu.
Pada wawancara pendahuluan ini diperoleh
data pribadi atau hasil-hasil pemeriksaan, termasuk misalnya hasil pemeriksaan
psikologis melalui tes psikologi. Data pribadi meliputi berbagai hal yang bisa
memberikan keterangan mengenai diri klien secara lebih lengkap dan mendalam[12].
Proses konseling selanjutnya dilakukan
dengan wawancara permulaan suatu pertemuan yang didahului dengan percakapan
berbasa-basi untukmenciptakan rapport, suatu percakapan sosial yang membutuhkan
beberapa waktu, bisa lama atau mungkin singkat, untuk meredakan ketegangan dan
mempersiapkan klien memasuki suasana konseling yang lebih serius. Wawancara
permulaan di anggap oleh para ahli sebagai suatu yang sangat penting, karena
proses selanjutnya benar-benar sangat bergantung dari apa yang terjadi pada
saat dilakukan pertemuan pertama kali dan suasana pada waktu wawancara
permulaan dilakukan[13].
Setelah melalui wawancara permulaan ini,
maka konselor perlu menyusun suatu program yang disesuaikan dengan latar belakang
konselor dengan pendekatannya dan kondisi khusus klien atau tujuan
dilaksanakannya konseling. Pentingnya menyusun semacam program yang berstruktur
untuk melakukan konseling, ditekankan oleh Shertzer dan Stone (1980) yang
mengatakan bahwa dengan struktur memungkinkan hubungan yang terjadi memperoleh
kemajuan dan produktif[14].
Struktur itu tersusun dari:
1. Penentuan
tujuan konseling.
Hal
ini penting untuk menunjukkan adanya motif yang jelas dari pihak klien dan arah
bantuan yang akan diberikan oleh konselor kepada klien.
2. Perumusan
konseling
Pada
tahap ini klien membutuhkan bantuan untuk mengembangkan pendapatnya tentang
fungsi dari konseling dan dicapai kesepakatan mengenai tujuannya.
3. Pemahaman
kebutuhan klien
Pada
tahap ini masalahnya di perjelas dan dicari pengertian di dalam diri klien yang
masih bisa dikembangkan. Konselor memperhatikan tanggapan klien tentang
kesulitan pribadi dan perasaan-perasaan yang ada disekelilingnya.
4. Penjajagan
berbagai alternative
Konselor
bertanggung jawab untuk menunjukkan berbagai kemungkinan dan alternatife
penyelesaian masalah pada satu saat, untuk meyakinkan adanya kemajuan.
5. Perencanaan
suatu tindakan
Seiring
dengan tumbuhnya pengertian dan kestabilan kehidupan perasaan pada klien dengan
bantuan dari konselor, klien mulai bias melangkah lebih mantap untuk melakukan
tindakan kearah tercapainya tujuan dari konseling.
6. Penghentian
masa konseling
Menghentikan
konseling bias dilakukan untuk sementara dan selama itu klien masih bias
berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan
konseling sudah tercapai.
E.
Manfaat
konseling terhadap bidang manajemen
Seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa konseling adalah sebagai suatu proses pembelajaran yang seseorang itu
belajar tentang dirinya serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan
tingkah laku yang dapat memajukan perkembangan pribadinya[15].
Sedangkan secara sederhana manajemen
dapat didefinisikansebagai suatu ilmu atau seni untuk mencapai suatu tujuan
melalui kegiatan orang lain. Definisi ini merupakan hal pokok yang perlu
dihayati. Ada dua kata yang penting dalam definisi manajemen. Pertama pencapaian tujuan, yaitu bagaimana
seorang manajer mengelola suatu aktifitas untuk mencapai tujuan dan sasaran,
dan bukan sekedar memimpin suatu aktifitas. Kedua melalui orang lain, dalam suatu aktifitas manajemen berhubungan
dengan pekerjaan orang lain, yaitu bawahan yang perlu adanya pengarahan dan
koordinasi, walaupun seorang manajer lebih banyak mempunyai kepentingan atas
prestasi bawahannya dari pada prestsi sendiri, karena prestasi mereka berarti
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Dengan demikian manfaat konseling
terhadap manajemen adalah sebagai berikut:
1. Konseling
dalam pencapaian tujuan yang diharapkan manajer
Seorang
konselor harus berani dalam mencari permasalahan yang di hadapi manajer dalam
mencapai tujuannya, yaitu dengan cara pertama penentuan tujuan yang ingin
dicapai oleh manajer. Kedua merumuskan masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
Ketiga pemahaman kepada manajer tentang tujuan yang ingin dicapainya. Keempat
memberikan berbagai alternative jalan keluar dalam penyelesaian masalah yang
sedang dihadapi. Kelima perencanaan suatu tindakan yang akan dilakukan demi
mencapai tujuan yang diinginkan. Keenam adalah hasil final yang didapat setelah
permasalahan yang menghambat tujuan dapat terpecahkan.
2. Konseling
terhadap orang lain atau bawahan
Pertama
konselor harus bias memberi pengaruh atau rangsangan terhadap bawahan manajer,
agar mendapatkan mental sehat dan kuat dalam menerima tanggung jawab,
kemandirian, dan tingkah dalam menjalankan tugasnya. Kedua konselor harus bias
member orientasi kognitif, yaitu memberikan cara yang tepat untuk merumuskan
dan memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi bawahan manajer. Ketiga konselor
harus bias member pengaruh-pengaruh positif dalam merubah tingkah laku para
bawahan manajer, agar tidak cepat menyerah, tidak cepat prustasi, dan tetap
semangat dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan
demikaian konseling sangat diperlukan didalam dunia manajemen demi mencapai
tujuan yang ingin dicapai oleh seorang manajer dan demi keberhasilan yang ingin
dicita-citakan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Banyak
sekali definisi atau pengertian mengenai konseling. Tetapi intinya sama, yaitu
bagaimana seorang konselor membantu seorang klien dalam menyelesaikan masalah
pada dirinya maupun masalah dari luar dirinya dengan cara mencari jalan keluar
yang sesuai dengan keadaan klien.
2. Konseling
tidak sekedar memberikan bantuan kepada klien, melainkan memiliki tujuan yang
penting yaitu memberikan kesehatan mental positif kepada klien. Bagaimana
menyelaraskan keefektifan pribadi klien, bagaimana membantu klien dalam membuat
suatu keputusan dan merubah tingkahlaku klien sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
3. Banyak
sekali macam-macam konseling yang didasarkan atas teori, misalnya teori Trait
dan Factor, konseling Rational emotive dan lain-lain. Pada dasarnya semua teori
sama, tetapi yang membedakan adalah caran lain-lain. Pada dasarnya semua teori
sama, tetapi yang membedakan adalah cara-cara yang dilakukan dalam
menyelesaikan masalah pada klien.
4. Proses
konseling adalah proses yang dilakukan oleh konselor yang terdiri dari beberapa
tahapan, misalnya: penentuan tujuan konseling, perumusan konseling, pemahaman
kebutuhan klien, penjajagan berbagai alternative, dll. Semua itu dilakukan agar
konselor mengerti permasalahan yang dihadapi klien serta dapat mencari jalan
keluar yang sesuai dengan individu klien.
5. Manfaat
konseling terhadap bidang manajemen pada dasarnya adalah bagaimana konselor
mencari permasalahan yang menghambat proses manajemen baik dari dalam (manajer)
dan luar (orang lain/bawahan).
DAFTAR
PUSTAKA
Bakar
M. Luddin, Abu. 2010. Dasar-dasar
Konseling, Bandung: Citrapustaka
Perintis.
D.
Gunarsa, Singgih.2007. Konseling dan
Psikoterapi, cet,7,Jakarta: Gunung Mulia.
Surya,
Mohammad.2003.Teori-teori Konseling,Bandung:
C.V Pustaka Bani Quraisy.
Zaharuddin,
Harmaizar.2006.Menggali Potensi
Wirausaha, Bekasi: C.V Dian
Anugrah Prakasa.
DINAMIKA
KELOMPOK
1.
Ketua kelompok : M.Arief Amrullah
2.
Sekretaris : Khoirul Anam
Ika Nur Lidiawati
3.
Coordinator : Jalil
4.
Anggota : Sastrawati
Dion
Faishol Huda
Pembagian Tugas
1.
Pencari
reverensi : faishol, ika,
dion, sastrawati.
2.
Pengedit : M. Arief Amrullah
3.
Pengumpulan
tugas : Khoirul Anam, jalil
4.
Pendanaan : semuanya
[1] Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, cet.7,
Jakarta: Gunung mulia, 2007,hlm. 19
[2] Abu Bakar M. Luddin, Dasar-dasar Konseling, Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2010, hlm. 17
[3] Abu Bakar M. Luddin, Ibid. hlm. 16
[4] Mohammad Surya, Teori-teori Konseling, Bandung:
C.V.Pustaka Bani Quraisy, 2003, hlm. 3-5
[5] Mohammad Surya, ibid, hlm. 11dan
15
[6] Mohammad Surya, ibid, hlm. 22dan
23
[7] Mohammad Surya, ibid, hlm.
28dan34.
[8] Mohammad Surya, ibid, hlm.
40dan42
[9] Mohammad Surya, ibid, hlm. 44dan
45
[10] Mohammad Surya, ibid, hlm. 47dan
51
[11] Mohammad Surya, ibid, hlm.
58dan61
[12] Singgih D. Gunarsa, ibid, hlm. 91
[13] Singgih D. Gunarsa, ibid, hlm. 92
[14] Singgih D. Gunarsa, ibid, hlm. 97
[15] Harmaizar Zaharuddin, Menggali Potensi Wirausaha, Bekasi: CV
Dian Anugrah Prakasa, 2006, hlm. 163
(y) :-D
BalasHapusgaleh :-P
BalasHapus(Y)
BalasHapustingalkan pesan setelah copas
BalasHapus