Kamis, 11 Juli 2013

KONSELING


KONSELING
Makalah
Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Ilmu Komunikasi

M. Arief Amrullah                              B34210056
Khoirul Anam                                     B54210067
Faishol Huda                                       B74210076
Dion defrisli                                        B04210084
Abdul Jalil                                          B04210053
Ika Nur Ridiawati                               B74210070
Sastrawati                                           B04210083

Dosen Pembimbing:
Airlangga Bramayuda

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

            Latar Belakang
Telah banyak sekali usaha dilakukan untuk menjelaskan penggunaan terminology dengan menunjukkan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam perkataan bimbingan yang digunakan sebagai suatu konsep, suatu bentuk pendidikan dan sebagai program pendidikan. Sebagai suatu konsep bimbingan berarti menolong individu, sebagai sutu bentuk pendidikan, bimbingan berarti pengalaman yang disediakan untuk dapat menolong individu agar dapat memahami diri sendiri, sebagai suatu program bimbingan mengikuti cara mengatur dan proses yang disusun untuk mencapai beberapa tujuan pendidikan dan tujuan pribadi
Bimbingan yang dimaksud adalah proses untuk menolong individu memahami diri mereka serrta dunia mereka. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan ditegaskan makna yang terkandung dalam bimbingan diatas: pertama, proses adalah fenomena yang menunjukkan perubahan yang terus menerus mengikuti zaman, bimbingan melibatkan tindakan yang sistematis yang menuju arah tercapainya tujuan. Kedua menolong diartikan sebagai membantu, mendukung, menyumbang atau menyediakan. Ketiga individu maksudnya bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu yang normal, yaitu mereka yang memerlukan bantuan dengan peristiwa dan hal yang berlaku pada masa perkembangan yang normal. Keempat untuk memahami diri dan dunia mereka maksudnya, individu akan dapat mengetahui siapa diri mereka sebenarnya sebagai seorang individu, sehingga mereka lebih peka tentang pribadi sendiri dan mempunyai persepsi yang jelas tentang kedaan diri mereka, mereka akan mengarungi dunia mereka sendiri, bersatu dengan keadaan lingkungan dan berinteraksi dengan cara yang mendalam dan menyeluruh.
Dengan demikian bimbingan yang dimaksud adalah penyelesaian melalui konseling. Dan makalah yang akan dibuat adalah mengenai pembahasan pengertian konseling, tujuan konseling, macam-macam konseling berdasarkan teori, dan maanfaat konseling terhadap manajemen.




BAB II

A.    Pengertian Konseling
Para ahli berusaha merumuskan konseling dengan pendekatan dan penekanan yang berbeda-beda tergantung orientasi dan latar belakang pengetahuan serta falsafah dalam pendekatan yang dianutnya. Mempelajari berbagai perumusan konseling dan pengertiannya, akan memberikanpegangan dan kemantapan bagi para konselor maupun calon konselor.
Dilihat dari sejarahnya, konseling berkaitan erat dengan pemberian nasehat. Sesuatu keinginan untuk membantu orang lain dengan memberikan nasehat, namun kenyataannya tidak sederhana sebagaimana di perkirakan. Dalam usaha merumuskan sesuatu, tidak mungkin terhindar dari latar belakang teori dan pandangan dari ahli atau tokoh yang menyusun, yang merumuskan, serta penekanan sesuai dengan orientasi khusus yang ingin lebih ditonjolkan.
Stewart (1986), menyusun secara kronlogis berbagai perumusan mengenai konseling sebagai berikut:
1.      Rogers (1942) : suatu hubungan yang bebas dan berstruktur yang membiarkan klien memperoleh pengertian sendiri yang membimbingnya untuk menentukan langkah-langkah positif kea rah orientasi baru.
2.      Pepinsky (1954) : interaksi yang:
a.       Terjadi antara dua orang, yang satu disebut sebagai konselor dan yang lain sebagai klien.
b.      Berlangsung dalam kerangka professional, dan
c.       Diarahkan agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku klien.
3.      Smith (1955) : suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan dan pengalamannya mungkin dapat di pergunakan untuk membantu orang lain mempu memecahkan persoalan pribadi.
4.      Blocher (1966) : membantu seseorang agar menyadari reaksi-reaksi pribadi terhadap pengaruh perilaku dari lingkungan dan membantu seseorang membentuk makna dari perilaku. Konseling juga membantu klien membentuk dan memperjelas rangkaian dari tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku selanjutnya[1].
Dari Robinson dalam M. Surya dan Rochman Natawijaya (1986) mengartikan konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan[2].
Jadi pengertian yang sederhana untuk konseling adalah sebagai suatu proses pembelajaran yang seseorang itu belajar tentang dirinya serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah laku yang dapat memajukan perkembangan pribadinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konselng ialahhubungan antara seorang konselor yang terlatih dengan seorang klien atau lebih, bertujuan untuk membantu klien memahami ruang hidupnya, serta mempelajari untuk membuat keputusan seendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan yang berasakan informasi dan melalui penyelesaian masalah-masalah yang berbentuk emosi dan masalah pribadi[3].

B.     Tujuan konseling
a.      Kesehatan mental positif
Konselor yang berkecondong efektif menyatakan bahwa pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan manfaat konseling. Jika mental sehat tercapai maka akan terbententuk generasi yang mempunyai integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Di sini individu belajar menerima tanggung jawab, jadi mandiri, dan mencapai integrisi tingkah laku.
b.      Keefektifan Pribadi
Statemen lain tujuan konseling yang erat hubungannya dengan kesehatan mental, berorentiasi afektif dan agak condong ke orientasi kognitif adalah keefektifan pribadi. Pengertian pribadi efektif menurut Blocher adalah:
a)      Pribadi yang tampak menyelaraskan dengan cita-cita, memanfaat waktu dan tenaga,  mengenal dan tanggung jawab.
b)      Merumuskan dan memecahkan masalah-masalah.
c)      Tampak relative ajeg atau konsisten dalam menjalani situasi khusus peranannya.
d)     Mampu mengontrol dorongan-dorongan dan melakukan respons.
c.       Pembuatan Keputusan
Para konselor yang condong pada orientasi kognitif, sedikit masih ada unsure afektifnya, menyatakan tujuan konseling sebagai pembuatan keputusan mengenai hal-hal genting bagi seluruh konseli atau memilihkan cara alternative bagi tindakan konseli. Konseli harus tahu mengapa dan bagaimana ia mendapat keputusan. Ia belajar meningkatkan konsekuensi-konsekuensi yang timbul karena berkenaan dengan pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang dan resiko lainnya. Williomson menjelaskan maslaah-masalah itu, bahwa konselor membantu siswa-siswa memilih tujuan-tujuan dengan tingkat kepuasan tertinggi yang dapat dicapai dalam keterbatasan factor-factor lingkungan maupun factor-factor pribadi klien.
d.      Perubahan Tingkah Laku
Inilah pertanyaan tujuan-tujuan konseling yang paling banyak dipakai orang akhir-akhir ini. Para pakar konseling ada yang memadukan antara tujuan-tujuan berkenaan dengan perubahan struktur pribadi sampai sampai perubahan prilaku tampak, ada yang ketat terpaku hanya pada perubahan prilaku tampak saja. Perubahan tingkah laku sebagai tujuan konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon khusus terhadap frustasi ataupun perubahan sikap terhadap orang lain atau diri sendiri.
C.    Macam-macam konseling berdasarkan teori
a.      Konseling Trait dan factor
Beberapa tokoh utama teori sifat dan factor adalah Walter Bingham, John Darley, Donald G. Paterson, dan E.G. Williamson. Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh konselor melalui hasil testing. Berdasarkan hasil testing pula ia mengetahui kelamahan dan kekuatan kepribadian konseli. Konselor membantu konseli menentukan tujuan yang akan dicapainya sesuai dengan bakat hasil tes. Juga dengan memberitahukan sifat serta bakat konseli bias mengelola hidupnya sendiri sehingga dapat hidup lebih berbahagia. Pendekatan teori ini sering disebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, member informasi, dan mengarahkan konseling[4].
b.      Konseling Rational emotive
Tokoh teori ini adalah Albert Ellis. Tugas konselor menurut Ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa: (a) kesulitan disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis, dan (b) usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang efektif akan membantu klien untuk ,mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang tidak logis.
Tujuan utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya. Kemudian membantu klien agar memperbaiki cara berfikir, merasa, dan berprilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang[5].
c.       Konseling Behavioral
Yang dapat digolongkan sebagai tokoh-tokoh dan banyak memberikan informasi mengenai konseling behavioral antara lain JohnD. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosford, Bandura, Wolpe dan sebagainya.
Menurut Krumboltz dan Thoresen, konseling behavioral merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu orang (klien) belajar atau mengubah prilaku. Konselor berperan membantu dalam proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya[6].
d.      Konseling Psikoanalisa
Psikoanalisa merupakan suatu metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisa ialah Sigmund Freud, sebagai orang pertama yang mengemukakan konsep ketitaksadaran dalam kepribadian. Konsep-konsep psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan konseling.
Tujuan konseling psikoanalisa adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa, dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian. Konseling analitik menekankan dimensi efektif dalam membuat pemahaman ketidaksadaran. Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih penting adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri[7].
e.       Konseling psikologi Individual
Psikologi individual dikembangkan oleh Alfred Adler, sebagai suatu system yang komparatif dalam memahami individu dalam kaitanya dengan lingkungan social. Alfred memisahkan diri dari psikoanalisa Freud karena ketidak setujuannya kepada pandangan Freud, mengenai libido seksual sebagai penyebab utama neurosis. Pengikut Adler antara lain adalah Rudolp Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donald Dinkmeyer.
Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri, memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan. Klien harus mencapai tilikan mengenai kesalahan gaya hidupnya, menghadapi mekanisme superioritas dan mengembangkan minat social. Klien harus dibantu untuk percaya diri, dan tidak kawatir akan langkah yang akan ditempuhnya. Konselor memberikan pelayanan secara baik sebagai ko-partisipan dalam prosesnya, tetapi perubahan diri merupakan tanggung jawab klien[8].
f.       Konseling Analisis Transaksional
Eric Berne dianggap sebagai pionir yqng menerapkan teori analisa transaksional dalam psikoterapi. Dalam terapi ini hubungan klien dengan konselor dipandang sebagai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, Tanya jawab) dimana masing-masing partisipan berhubungan satu dengan yang lainnya sebagai fungsi tujuan tertentu. Setiap tindakan dengan orang lain merupakan proses timbal balik dan peraturan memulai, merespon, dan member umapan balik. Transaksi menurut Berne adalah sebagai manifestasi hubungan social.
Tugas konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide system untuk mendiagnosa transaksi dan membantu individu untuk hidup dalam ego state dewasa dengan ego lainnya berfungsi secara tetap. Konselor transaksional selalu aktif, menghindari kedaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi. Hubungan transparasi dihindari, tetapi bila hal itu muncul kemudian dihadapi dengan generalisasi dari transaksi anak-anak. Analisis transaksional dapat diterapkan dalam konseling individual dan kelompok.
Tujuan konseling adalah membantu klien dalam memprogram pribadinya agar dapat membuat egi state berfungsi pada saat tepat. Tetapi analisis transaksional membuat orang dapat menganalisis transaksi dirinya sendiri. Klien dibantu menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan[9].
g.      Konseling berpusat pada klien
Konseling yang berpusat pada klien sering pula disebut sebagai konseling teori diri, konseling non-direktif, dan konseling rogerian. Carl R. Roger dipandang sebagi pelopor dan tokoh konseling tersebut. Menurut Rogers konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan diterima sebagai konsep, dan alat baru dalam terapi yang diterapkan tidak hanya bagi orang dewasa akan tetapi juga bagi remaja dan anak-anak.
Konseling yang berpusat pada klien memusatkan pada pengalaman individual. Dalam proses disorganisasi dan reorganisasi diri, konseling berupaya untuk meminimalkan rasa diri terancam dan memaksimalkan serta menompang eksplorasi diri. Perubahan dalam perilaku dating melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan perasaan yang mengarah kepada pertumbuhan. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantunya untuk menyatakan, mengkaji, dan memadukan, pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam konsep diri. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan orang lain dan menjadi orang yang lebih berkembang penuh[10].

h.      Konseling/terapi Gestalt
Terapi Gestalt diciptakan dan dikembangkan oleh Frederick S. Perls (1989-1970). Terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, fenomenologi Eksistensialisme Eropa dan Psikologi Gestalt.
Terapi Gestalt mengemukakan teori mengenai struktur dan perkembangan kepribadian yang mendasari terapinya serta serangkaian eksperimen yang dapat dipergunakan langsung oleh pembacanya. Menurut Perls, terapi Gestalt sifatnya eksistensial dan bersesuaian dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan dan alam semesta.
Tujuan utama konseing Gestalt adalah untuk meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Focus utama dalam konseling ini ialah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri. Melalui proyeksi dirinya kepada konselor,klien diharapkan menjadi sadar bahwa baik dirinya maupun konselor ternyata tidak memiliki pribadi yang sempurna. Artinya bahwa ada bagian kepribadiannya yang hilang, seperti yang dialami oleh setiap orang. Bagian yang hilang itu merupakan pusat. Hal ini perlu, sebab menurut Perls, tanpa suatu pusat berarti segala sesuatu berlangsung pada bagian peripheral (lapis luar) sehingga tak ada suatu titik yang akan merupakan awal kegiatan dan usaha mengatasi dunia[11].

D.    Proses Konseling
Sebelum proses konseling dilakukan, konselor telah memperoleh data mengenai klien yang diambil melalui wawancara pendahuluan, yang bisa dilakukan oleh konselor atau orang lain yang ditugaskan dan terlatih untuk melakukan hal itu.
Pada wawancara pendahuluan ini diperoleh data pribadi atau hasil-hasil pemeriksaan, termasuk misalnya hasil pemeriksaan psikologis melalui tes psikologi. Data pribadi meliputi berbagai hal yang bisa memberikan keterangan mengenai diri klien secara lebih lengkap dan mendalam[12].
Proses konseling selanjutnya dilakukan dengan wawancara permulaan suatu pertemuan yang didahului dengan percakapan berbasa-basi untukmenciptakan rapport, suatu percakapan sosial yang membutuhkan beberapa waktu, bisa lama atau mungkin singkat, untuk meredakan ketegangan dan mempersiapkan klien memasuki suasana konseling yang lebih serius. Wawancara permulaan di anggap oleh para ahli sebagai suatu yang sangat penting, karena proses selanjutnya benar-benar sangat bergantung dari apa yang terjadi pada saat dilakukan pertemuan pertama kali dan suasana pada waktu wawancara permulaan dilakukan[13].
Setelah melalui wawancara permulaan ini, maka konselor perlu menyusun suatu program yang disesuaikan dengan latar belakang konselor dengan pendekatannya dan kondisi khusus klien atau tujuan dilaksanakannya konseling. Pentingnya menyusun semacam program yang berstruktur untuk melakukan konseling, ditekankan oleh Shertzer dan Stone (1980) yang mengatakan bahwa dengan struktur memungkinkan hubungan yang terjadi memperoleh kemajuan dan produktif[14].
Struktur itu tersusun dari:
1.      Penentuan tujuan konseling.
Hal ini penting untuk menunjukkan adanya motif yang jelas dari pihak klien dan arah bantuan yang akan diberikan oleh konselor kepada klien.
2.      Perumusan konseling
Pada tahap ini klien membutuhkan bantuan untuk mengembangkan pendapatnya tentang fungsi dari konseling dan dicapai kesepakatan mengenai tujuannya.
3.      Pemahaman kebutuhan klien
Pada tahap ini masalahnya di perjelas dan dicari pengertian di dalam diri klien yang masih bisa dikembangkan. Konselor memperhatikan tanggapan klien tentang kesulitan pribadi dan perasaan-perasaan yang ada disekelilingnya.
4.      Penjajagan berbagai alternative
Konselor bertanggung jawab untuk menunjukkan berbagai kemungkinan dan alternatife penyelesaian masalah pada satu saat, untuk meyakinkan adanya kemajuan.
5.      Perencanaan suatu tindakan
Seiring dengan tumbuhnya pengertian dan kestabilan kehidupan perasaan pada klien dengan bantuan dari konselor, klien mulai bias melangkah lebih mantap untuk melakukan tindakan kearah tercapainya tujuan dari konseling.
6.      Penghentian masa konseling
Menghentikan konseling bias dilakukan untuk sementara dan selama itu klien masih bias berhubungan kembali kalau dibutuhkan atau dihentikan sama sekali karena tujuan konseling sudah tercapai.

E.     Manfaat konseling terhadap bidang manajemen
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa konseling adalah sebagai suatu proses pembelajaran yang seseorang itu belajar tentang dirinya serta tentang hubungan dalam dirinya lalu menentukan tingkah laku yang dapat memajukan perkembangan pribadinya[15].
Sedangkan secara sederhana manajemen dapat didefinisikansebagai suatu ilmu atau seni untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain. Definisi ini merupakan hal pokok yang perlu dihayati. Ada dua kata yang penting dalam definisi manajemen. Pertama pencapaian tujuan, yaitu bagaimana seorang manajer mengelola suatu aktifitas untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan bukan sekedar memimpin suatu aktifitas. Kedua melalui orang lain, dalam suatu aktifitas manajemen berhubungan dengan pekerjaan orang lain, yaitu bawahan yang perlu adanya pengarahan dan koordinasi, walaupun seorang manajer lebih banyak mempunyai kepentingan atas prestasi bawahannya dari pada prestsi sendiri, karena prestasi mereka berarti pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Dengan demikian manfaat konseling terhadap manajemen adalah sebagai berikut:
1.      Konseling dalam pencapaian tujuan yang diharapkan manajer
Seorang konselor harus berani dalam mencari permasalahan yang di hadapi manajer dalam mencapai tujuannya, yaitu dengan cara pertama penentuan tujuan yang ingin dicapai oleh manajer. Kedua merumuskan masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Ketiga pemahaman kepada manajer tentang tujuan yang ingin dicapainya. Keempat memberikan berbagai alternative jalan keluar dalam penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Kelima perencanaan suatu tindakan yang akan dilakukan demi mencapai tujuan yang diinginkan. Keenam adalah hasil final yang didapat setelah permasalahan yang menghambat tujuan dapat terpecahkan.
2.      Konseling terhadap orang lain atau bawahan
Pertama konselor harus bias memberi pengaruh atau rangsangan terhadap bawahan manajer, agar mendapatkan mental sehat dan kuat dalam menerima tanggung jawab, kemandirian, dan tingkah dalam menjalankan tugasnya. Kedua konselor harus bias member orientasi kognitif, yaitu memberikan cara yang tepat untuk merumuskan dan memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi bawahan manajer. Ketiga konselor harus bias member pengaruh-pengaruh positif dalam merubah tingkah laku para bawahan manajer, agar tidak cepat menyerah, tidak cepat prustasi, dan tetap semangat dalam melaksanakan tugasnya.
Dengan demikaian konseling sangat diperlukan didalam dunia manajemen demi mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh seorang manajer dan demi keberhasilan yang ingin dicita-citakan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Banyak sekali definisi atau pengertian mengenai konseling. Tetapi intinya sama, yaitu bagaimana seorang konselor membantu seorang klien dalam menyelesaikan masalah pada dirinya maupun masalah dari luar dirinya dengan cara mencari jalan keluar yang sesuai dengan keadaan klien.
2.      Konseling tidak sekedar memberikan bantuan kepada klien, melainkan memiliki tujuan yang penting yaitu memberikan kesehatan mental positif kepada klien. Bagaimana menyelaraskan keefektifan pribadi klien, bagaimana membantu klien dalam membuat suatu keputusan dan merubah tingkahlaku klien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
3.      Banyak sekali macam-macam konseling yang didasarkan atas teori, misalnya teori Trait dan Factor, konseling Rational emotive dan lain-lain. Pada dasarnya semua teori sama, tetapi yang membedakan adalah caran lain-lain. Pada dasarnya semua teori sama, tetapi yang membedakan adalah cara-cara yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah pada klien.
4.      Proses konseling adalah proses yang dilakukan oleh konselor yang terdiri dari beberapa tahapan, misalnya: penentuan tujuan konseling, perumusan konseling, pemahaman kebutuhan klien, penjajagan berbagai alternative, dll. Semua itu dilakukan agar konselor mengerti permasalahan yang dihadapi klien serta dapat mencari jalan keluar yang sesuai dengan individu klien.
5.      Manfaat konseling terhadap bidang manajemen pada dasarnya adalah bagaimana konselor mencari permasalahan yang menghambat proses manajemen baik dari dalam (manajer) dan luar (orang lain/bawahan).



DAFTAR PUSTAKA

Bakar M. Luddin, Abu. 2010. Dasar-dasar Konseling, Bandung: Citrapustaka
Perintis.
D. Gunarsa, Singgih.2007. Konseling dan Psikoterapi, cet,7,Jakarta: Gunung Mulia.
Surya, Mohammad.2003.Teori-teori Konseling,Bandung: C.V Pustaka Bani Quraisy.
Zaharuddin, Harmaizar.2006.Menggali Potensi Wirausaha, Bekasi: C.V Dian
Anugrah Prakasa.


DINAMIKA KELOMPOK

1.      Ketua kelompok    : M.Arief Amrullah
2.      Sekretaris              : Khoirul Anam
  Ika Nur Lidiawati
3.      Coordinator           : Jalil
4.      Anggota                : Sastrawati
  Dion
  Faishol Huda


                        Pembagian Tugas
1.      Pencari reverensi               : faishol, ika, dion, sastrawati.
2.      Pengedit                            : M. Arief Amrullah
3.      Pengumpulan tugas           : Khoirul Anam, jalil
4.      Pendanaan                         : semuanya


[1] Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, cet.7, Jakarta: Gunung mulia, 2007,hlm. 19
[2] Abu Bakar M. Luddin, Dasar-dasar Konseling, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010, hlm. 17
[3] Abu Bakar M. Luddin,  Ibid. hlm. 16
[4] Mohammad Surya, Teori-teori Konseling, Bandung: C.V.Pustaka Bani Quraisy, 2003, hlm. 3-5
[5] Mohammad Surya, ibid, hlm. 11dan 15
[6] Mohammad Surya, ibid, hlm. 22dan 23
[7] Mohammad Surya, ibid, hlm. 28dan34.
[8] Mohammad Surya, ibid, hlm. 40dan42
[9] Mohammad Surya, ibid, hlm. 44dan 45
[10] Mohammad Surya, ibid, hlm. 47dan 51
[11] Mohammad Surya, ibid, hlm. 58dan61
[12] Singgih D. Gunarsa, ibid, hlm. 91
[13] Singgih D. Gunarsa, ibid, hlm. 92
[14] Singgih D. Gunarsa, ibid, hlm. 97
[15] Harmaizar Zaharuddin, Menggali Potensi Wirausaha, Bekasi: CV Dian Anugrah Prakasa, 2006, hlm. 163

4 komentar:

http://www.facebook.com/theicol