TERORIS MENGATASNAMAKAN ISLAM
MAKALAH
” PENGANTAR STUDI ISLAM ”
Oleh:
Faisol Huda :
B74210076
KLAS : 1E2
SEMESTER : 1
Dosen Pembimbing :
RUDY AL HANA, M.Ag
FAKULTAS
DAKWAH
JURUSAN MANAJEMEN
DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
BABI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perbincangan mengenai aliran dalam Islam
selalu menjadi kajian aktual dalam konteks kenegaraan Islam. Hal ini terjadi
karena adanya wacana tumpang tindih antara hukum agama dan hukum kenegaraan,
dalam konteks ke-Indonesiaan. Masalah yang sudah ada legitimasi hukumnya bisa
jadi menjadi kajian akademik sampai yang akan datang karena adanya perbedaaan
antara legitimasi di dalam kenegaraanya dan dalam agama penduduknya.
Aliran- aliran dalam Islam sendiri
disebutkan ada dua, yakni Aliran Khawarij dan Mu’tazilah.
Secara etimologis Khawarij bersal
dan bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau
memberontak.[1] ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang
memberontak imam yang sah.[2] Berdasarkan pengertian etimologi ini
pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan
umat Islam.[3]
Kaum Mu‘tazilah adalah golongan
yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat
filosofi daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan Mur’jiah. Dalam
pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum
rasionalis Islam”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dirumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Pengertian
2. MACAM MACAM
3. PEROBLEM
4. PANDANGAN ISLAM
5. PENDAPT LAIN
BAB II
PEMBAHASAN
A. KHAWARIJ
Adapun yang dimaksud khawarij dalam
terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali bin
Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap
keputusan Ali yang menerima arbifrase (takhim), dalam Perang Siffin pada
tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontakan) Muawiyah bin
Abi sufyan perihal persenketaan khalifah.[4] Kelompok Khawarij pada
mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali
merupakan khalifah sah yang telah di bai’at mayoritas umat Islam, sementara
Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak kholaifah yang sah. Lagi
pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh
kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan
damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.[5]
Selain nama Khawarij, ada beberapa nama
lagi yang dinisbatkan kelompok aliran ini antara lain al-muhakkimah, syurah,
haruriyah dan al-mariqah.
Al-muhakkimah berasal dari semboyan mereka yang terkenal (Tiada
hukum kecuali hukum Allah) atau (Tidak ada pembuat hukum kecuali Allah). Berdasarkan
alasan inilah mereka menolak keputusan Ali bin Abi Tholib. Menurut pendapat
aliran ini yang berhak memutus perkara hanya Allah, bukan melalui arbitrase
(tahkim)[6]
Syurah berasal dan syara’- syira’an artinya menjual.
Penamaan ini didasarkan pada Q. S. 2:207 : Dan diantara manusia ada yang
menjual dirinya untuk memperoleh keridlaan Allah. Pengikut aliran ini
menganggap kelompoknya sebagai golongan yang dimaksud dengan ayat diatas.[7]
Haruriyah berasal dan kata Harurah, nama daerah
tempat menggalang kekuatan dan pusat kegiatan kelompok ini setelah memisahkan
diri dari Ali bin Abi Thalib. Haruriyah berarti orang-orang
berkebangsaan Harurah[8].
Al-Mariqah berasal dan kata maraqa artinya anak panah
keluar dari busurnya. Pemberian nama ini oleh orang-orang yang tidak
sepaham (lawan) aliran ini karena dianggap telah keluar dari sendi-sendi agama
Islam[9].
Adanya sebutan (nama) yang variatif bagi
aliran khawanij itu didasarkan kepada slogan-slogan yang diproklamirkan aliran ini,
atau berdasarkan markas dan pusat perkembangan serta penyebaran aliran ini,
bahkan ada yang berdasarkan kecaman dan yang tidak sefaham dengan aliran ini.
B. KHAWARIJ DAN DOKTRIN - DOKTRIN POKOKNYA
Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij
adalah sebagai berikut:
a.
Khalifah
atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b.
Khalifah
tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim
berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c.
Khalifah
dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman,[10]
d.
Khalifah
sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun
ketujuh dari masa kekhalifahannya, Ustman r.a. dianggap telah menyeleweng,
e.
Khalifah
Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah
menyeleweng,
f.
Muawiyah
dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ani juga dianggap menyeleweng dan
telah menjadi kafir,[11]
g.
Pasukan
Perang Jamal yang melawan Ali juga Kafir,[12]
h.
Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang
sangat anarkis (kacuali) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat
menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir dengan risiko ia membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan
risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
i.
Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara
musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (negara
islam).[13]
j.
Seseorang
harus menghindari dan pimpinan yang menyeleweng,
k.
Adanya
wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus
kedalam neraka),
l.
Amar
ma’rufnahi munkar
m.
Memalingkan
ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat (samar),
n.
Qur’an
adalah makhluk,[14]
o.
Manusia
bebas memutuskan perbuatan bukan dari Tuhan.[15]
Bila dianalisis seacara mendalam, doktrin
yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori
: politik, teologi, dan sosial. Dari poin a sampai dengan poin g
dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara (khilafah).
Dibuat pulalah doktrin teologi tentang
dosa besar sebagaimana tertera pada poin h dan k. Akibat
doktrinnya yang menentang pemerintah, Khawarij harus menanggung
akibatnya. Mereka selalu dikejar-kejar dan ditumpas oleh pemerintah. Kemudian
perkembangannya, sebagaimana dituturkan Harun Nasution, kelompok ini sebagai
besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdaat di Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia
Selatan.[16]
Adapun Doktrin-doktrin selanjutnya yakni
dari poin l sampai o, dapat dikategorikan sebagai doktrin
teologis sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok Khawarij
sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin
mu’tazihah,[17]
meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut
dikaji lebih mendalam.
C. PERKEMBANGAN KHAWARIJ
Khawarij terkenal karena ketidaksudian dan
keengganan berkompromi dengan pihak manapun yang dianggap bertentangan dan berseberangan
dengan pendapat dan pemikirannya, sehingga muncullah beberapa kelompok
sektarian (sempalan) dari aliran khawarij ini yang masing-masing sekte tersebut
cenderung memilih imamnya sendiri dan menganggap sebagai satu-satunya komunitas
muslim yang paling benar.
Hal inilah yang menyebabkan kaum khawarij
mudah terpecah belah menjadi sekte-sekte kecil dan terus-terus menerus
mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan Umat Islam yang ada
pada masanya.
Mengenai jumlah sekte khawarij, ulama
berbeda pendapat, Abu Musa Al-Asy’ary mengatakan lebih dan 20 sekte, Al-Baghdady
berpendapat ada 20 Sekte, Al-Syahristani menyebutkan 18 Sekte, Mustafa al-Syak’ah
berpendapat ada 8 sekte, Muhammad Abu Zahrah menerangkan 4 sekte, Sedangkan
Harun Nasution sendiri ada 6 sekte penting yaitu:
1.
A1-Muhakkimah
Pemimpin sekte ini bersama Abdullah bin Wahab
al-Risbi yang dinobatkan setelah keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Dalam
paham Sekte ini Ali, Muawiyah dan semua orang yang terlibat dan menyetujui arbitrase
dituduh telah menjadi kafir karena telah menyimpang dari ajaran Islam
berdasarkan Q.S.5 : 44.
Sekte ini juga berpendapat bahwa orang yang
berbuat dosa besar
seperti membunuh tanpa alasan yang benar dan berxina
adalah kafir.
2. A1-Azariqah
Sekte Al-Azariqah lahir sekitar tahun 60 H.(akhir
abad 7 M). Berdasarkan prinsip dan pemikirannya, pengikut Al-Azariqah banyak
melakukan pembunuhan terhadap sesama umat Islam yang berada di luar wialayah
daerah kekuasaan mereka. Mereka menganggap daerah mereka sebagai dar
al-islam, diluar daerah itu dianggap dar al-kufr (daerah yang
dikuasai / diperintah orang kafir).
3. A1-Najdat
Penanaman sekte ini dinisbatkan kepada pemimpinnya yang bernama Najdah bin Amir al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrain. Lahirnya sekte ini sebagai reaksi terhadap pendapat Nafi (pemimpin al - Azariqah) yang dianggap terlalu ekstrem. Pendapat Nafi yang ditolak adalah tentang:
Penanaman sekte ini dinisbatkan kepada pemimpinnya yang bernama Najdah bin Amir al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrain. Lahirnya sekte ini sebagai reaksi terhadap pendapat Nafi (pemimpin al - Azariqah) yang dianggap terlalu ekstrem. Pendapat Nafi yang ditolak adalah tentang:
a. Kemusyrikan pengikut Al-Azariqah yang
tidak mau hijrah kewilayah al - Azaniqah.
b. Kebolehan membunuh anak-anak atau istri
orang yang dianggap musyrik. Pengikut Al-Najdat memandang Nafi dan orang-orang
yang mengakuinya sebagai khalifah telah menjadi kafir.
4.
A1-Ajaridah
Pemikiran sekte ini adalah Abdul Karim bin
Ajarrad. Pemikiran sekte ini lebih moderat dari pada pemikiran al-Azariyah. Sekte ini berpendapat:
a.
Tidak ada kewajiban hijrah kewilayah
daerah al-Ajaridah
b. Tidak boleh merampas harta dalam
peperangan kecuali harta orang yang mati terbunuh.
c. Anak-anak kecil tidak dapat dikategorikan
orang musyrik.
d. Surat Yusuf bukan bagian dari al-Qur’an,
karena al-Qur’an sebagai kitab suci tidak layak memuat cerita percintaan
seperti yang terkandung dalam surat yusuf.
5.
A1-Sufriyah
Sekte ini membawa paham yang mirip dengan paham al-Azariqah akan tetapi lebih lunak. Nama al-Sufriyah berasal dari nama pemimpin mereka yang bemama Zaid bin Asfar. Pendapat dari sekte al-Surfiyah yang terpenting adalah:
Sekte ini membawa paham yang mirip dengan paham al-Azariqah akan tetapi lebih lunak. Nama al-Sufriyah berasal dari nama pemimpin mereka yang bemama Zaid bin Asfar. Pendapat dari sekte al-Surfiyah yang terpenting adalah:
a. Umat islam non khawarij adalah musyrik,
tetapi boleh tinggal bersama mereka dalam perjanjian damai (genjatan senjata)
asalkan tidak menggangu dan menyerang.
b.
Kufur
atau kafir mengandung dua arti yaitu kufr al-nikmat (mengikar nikmat Tuhan) dan
kufr bi Allah (mengikari Allah). Kufr al-nikmat tidak
berarti keluar dari Islam.
c. Taqiyah hanya dibenarkan dalam bentuk
perkataan, tidak dibenarkan dalam bentuk tindakan (perbuatan).
d. Perempuan Islam diperbolehkan menikah
dengan laiki-laki kafir apabila terancam keamanan dirinya.
6.
Al - Ibadiyah
Sekte ini dilahirkan oleh Abdullah bin Ibad
al-Murri al-Tamimi tahun 686 M. Doktrin sekte ini yang terpenting adalah:
a. Orang Islam yang berbuat dosa besar tidak
dapat dikatakan mukmin, akan tetapi muwahhid.
b. Dar al-kufr adalah markas pemerintah yang
harus diperangi, sedangkan diluar itu disebut dar al-tauhid dan tidak boleh diperangi.
c. Yang boleh menjadi harta perampasan perang
adalah kuda dan peralatan perang.
d. Umat Islam non khawarij adalah orang yang
tidak beragama tetapi bukan orang musyrik.[18]
D.
MU’TAZILAH
Secara harfiah kata Mu‘tazilah berasal dari I’tazala yang
berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berati juga menjauh atau menjauhkan
diri.[19]
Secara teknis, istilah mu‘tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan Pertama (selanjutnya disebut mu‘tazilah
I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum
netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani
pertentangan antara Ali bin Abi thalib dari lawan-lawannya terutama mu’awiyah,
Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
Golongan Kedua (selanjutnya disebut Mu‘tazilah
II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang dikalangan khawarij
dan mur’jiah akibat adanya peristiwa takhim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat
dengan golongan khawarij dan murji‘ah tentang pemberian status kafir kepada
orang yang berbuat dosa besar.
Analisa Mu’tazilah
Berbagai analisa yang dimajukan tentang
pemberian nama mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku
Ilmu al-Kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’ serta
temannya’Amr Ibn’ Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti
pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-basri di Mesjid Basrah. Pada suatu
hari datang seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa
besar, Sebagaimana diketahui kaum khawarij memandang mereka kafir sedang kaum
Murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berpikir, Wasil
mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan : “Saya berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil
posisi di antara keduanya ; tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian ia berdiri
dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ke tempat lain di mesjid; disana
ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas penistiwa ini Hasan al-Basri
mengatakan:
“Wasil menjauhkan diri dari kita (I’tazala’anna).”
Dengan demikian ia serta teman-temannya, kata al-Syahrastani, disebut kaum
mu’tazilah.[20]
Versi-versi lain pun mulai bermunculan
setelah itu, misal versi menurut al-Baghdadi, menurut Tasy Kubra Zadah, menurut
Al-Mas’udi, dan sebuah teori baru menurut Ahmad Amin. Semua versi tersebut
bercerita lain tentang mu’tazilah dan memunculkan istilah-istilah baru untuk
mu’tazilah.
Untuk mengetahui asal-usul nama mu’tazilah
itu dengan sebenarnya memang sulit. Berbagai pendapat diamajukan ahli-ahli,
tetapi belum, ada kata sepakat antara mereka. Yang jelas ialah bahwa nama
Mu’tazilah sebagai designate bagi aliran teologi rasional dan liberal,
dalam Islam timbul sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan al-Basri di Basrah dan
bahwa lama sebelum terjadinya peristiwa Basrah itu telah pula terdapat
kata-kata I’tazala, al-mu‘tazilah. Tetapi apa hubungan yang terdapat
antara Mu’tazilah pertama dan mu’tazilah kedua, fakta-fakta yang ada belum
dapat memberikan kepastian. Selanjutnya siapa sebenarnya yang memberikan nama
mu’tazilah kepada Wasil dan pengikut-pengikutnya tidak pula jelas. Ada yang
mengatakan golongan lawanlah yang memberikan nama itu kepada mereka. Tetapi kalau
kita kembali ke ucapan-ucapan kaum Mu’tazilah itu sendiri, akan kita jumpai
disana keterangan-keterangan yang dapat memberikan kesimpulan bahwa mereka
sendirilah yang memberikan nama itu kepada golongan mereka; atau
sekurang-kurangnya mereka setuju dengan nama itu. Al Qadi’ Abd al-Jabbar,
umpamanya mengatakan bahwa kata-kata I’tazala yang terdapat dalam al-Qur’an
mengandung arti menjauhi yang salah dan tidak benar dan dengan demikian kata
mu’tazilah mengandung arti pujian.[21] Selanjutnya ia
menerangkan adanya hadis Nabi yang mengatakan bahwa umat akan terpecah menjadi
73 golongan dan yang paling patuh dan terbaik dari seluruhnya ialah
golongan Mu’tazilah.[22] Bahkan menurut Ibn al
Murtaba kaum mu’tazilah sendirilah, dan bukan orang lain yang memberikan nama
itu kepada golongan mereka.[23]
E. Al-Ushul Al Kamsah : Lima Ajaran Dasar
Teologi Mu’tazilah
Kelima Ajaran dasar Mu‘tazilah yang
tertuang dalam al-ushul al-kharusah adalah at-tauhid (pengesaan
Tuhan), al-adi (keadilan Tuhan), al-waad wa al-wa‘id (janji dan
ancaman Tuhan), al-manzilah bain al-manzilatin (posisi diantana dua
posisi), dan al-amr ni al-ma‘ruf wa al-nahy al-munkar (menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kemunkaran).
1. At-Tauhid
At-Tauhid (Pengesaan Tuhan) merupakan
prinsip utama dari intisari ajaran Mu‘tazilah. Sebanarnya, setiap mazhab
teologis dalam islam memegang doktrin ini. Namun, bagi Mu‘tazilah, tauhid
memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang
dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang
unik dan tak ada satu pun yang menyamai-Nya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah
yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dan satu, maka telah
terjadi ta‘adud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak berpemulaan).[24]
Penolakan terhadap faham antropomorfistik
bukan semata-mata atas pertimbangan akal, melainkan memiliki rujukan yang
sangat kuat di dalam Al-Qur’an. Mereka berlandasan pada pernyataan Al-Qur’an
yang berbunyi:
Artinya: “Tak ada satu pun yang
menyamai-Nya.”(Q.S. Asy
Syura [42]:9).
2. Al-Adi
Ajaran dasar Mu‘tazilah yang kedua
adalah al-adi, yang berarti Tuhan Maha adil. Adil ini merupakan Sifat
yang paling gambling untuk menunjukkan kesempurnaan. Karena Tuhan Maha
Sempunna, Dia sudah pasti Adil. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan
benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semseta ini
sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia.
Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat
dengan beberapa hal, antara lain berikut ini.
a.
Perbuatan
Manusia
b.
Berbuat
baik dan terbaik
c.
Mengutus
Rasul
3. A1-Wa’d wa aI-Wa’id
Ajaran ketiga ini sangat erat hubungannya
dengan ajaran kedua di atas. Al-Wa’d wa Al-Wa‘id berarti janji dan
ancaman. Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, tidak akan melanggarkan
janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya sendiri, yaitu
memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (al-muthi) dan mengancam
dengan siksa neraka atas orang yang durhaka (al-ashi). Begitu pula janji
Tuhan untuk memberi pengampunan pada orang yang betobat nasuha pasti
benar adannya.[25]
4. AI-Manzilah bain al-Manzilatain
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan
lahirnya mazhab Mu‘tazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang
beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Seperti tercatat dalam
sejarah, Khawarij menganggap orang tersebut sebagai kafir bahkan
musyrik, sedangkan mur’jiah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan
dosanya sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan. Boleh jadi dosa tersebut diampuni
Tuhan.
Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang
melakukan dosa besar dan belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi
fasik.
5. AI-Manzilah bain al-Manzilatain
Ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh
kebajikan dan melarang kemunkaran (Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an
Munkar). Ajaran ini menekan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. ini
merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengankuan keimanan harus
dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik
dan mencegahnya dari kejahatan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
seorang mukmin dalam beramar ma‘ruf dan nahi munkar, seperti yang
dijelaskan oleh salah seorang tokohnya, Abd Al-Jabbar, yaitu berikut ini.
a. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu
memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar.
b. Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata
dilakukan orang.
c. Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma‘ruf
atau nahi munkar tidak akan membawa madarat yang lebih besar.
d. Ia mengetahui atau paling tidak menduga
bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ø Adapun yang dimaksud khawarij dalam
terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali bin
Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap
keputusan Ali yang menerima arbitrase (takhim), dalam Perang Siffin pada
tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontakan) Muawiyah bin
Abi sufyan perihal persenketaan khalifah.
Dalam perkembangan Khawarij ada berbagai sekte
yakni:
Mengenai jumlah sekte khawarij, ulama berbeda
pendapat, Abu Musa A1-Asy’ary mengatakan lebih dari 20 sekte, Al-Baghdady
berpendapat ada 20 Sekte, Al-Syahristani menyebutkan 18 Sekte, Mustafa
al-Syak’ah berpendapat ada 8 sekte, Muhammad Abu Zahrah menerangkan 4 sekte,
Sedangkan Harun Nasution sendiri ada 6 sekte penting yaitu:
Al-Muhakkimah, Al-A zariqah, Al-Najdat,
Al-Ajaridah, Al-Sufriyah, Al –Ibadiyah.
Ø Secara harfiah kata mu’tazilah berasal
dan I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berati juga menjauh
atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah mu’tazilah menunjuk pada dua
golongan.
Golongan Pertama (selanjutnya disebut mu‘tazilah I) & Golongan Kedua (selanjutnya disebut mu‘tazilah II).
Golongan Pertama (selanjutnya disebut mu‘tazilah I) & Golongan Kedua (selanjutnya disebut mu‘tazilah II).
Al-Ushul Al Kamsah : Lima Ajaran Dasar Teologi
Mu’tazilah
Kelima Ajaran dasar Mu‘tazilah yang
tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah at-tauhid (pengesaan
Tuhan), al-adl (keadilan Tuhan), al-waad wa al-wa‘Id (janji dan
ancaman Tuhan), al-manzilah bain al-manzilatin (posisi diantara dua
posisi), dan al-amr ni al-ma‘ruf wa al-nahy al-munkar (menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kemunkaran)
[1] ‘Abdu Al-Qohir
bin Thahir bin Muhammad Al-Bagdadi, Ai-Farq bain Al-firaq, Al-Azhar, Mesir,
1037, hlm.75
[2] Abi Al- Fath Muhammad Abd Al- Karim bin Abi Baskar Ahmad
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr, Libanon, Beirut, t.t
Hlm 114
[3] Ali Mushtafa Al-Ghurabi, tarikh Al-Firaq al-lslamiyah wa
nasy’atu Ilmi A-Kalami Indo Al-Muslimin, Maktabah wa mathba’ah Muhammad Ali
Shabih wa auladuhu, Haidan Al-Azhar, Mesir cet II, 1958, hlm.264
[4] Harun nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan, UI. Preess, cet. 1, 1985. Hlm.11
[6] Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah,
Analisa dan pemikiran, ( Raja Grafindo Persada,1 995) hlm.196.
[8]A.Syalabi, Sejarah
Kebudayaan Islam 2, (Pustaka al-Husna, 1988).Hlm. 309.
[9] A1-Syahristani, op.cit h. 125.
[10] Nasution, op.cit. hlm 12.
[11] A1-bagdadi, op.cit., hlm 73.
[12] Nurcholis Madjid, (Ed), Khazanah
Intelektual Islam, Bulan Bintang cet. II Jakarta 1985, hlm. 12.
[13] Ibid., Hlm.13.
[14]Madzkur, op cit., hlm.110.
[15]Madjid loc. cit.
[16]Nasution Teologi. . . , hlm. 21.
[17]Mac Iver, op. cit., hlm. 173
[18]Harun Nasution, Teologi
Islam: Aliran-aliran, Sejarah, ánalisa Perbandinga, (UI Press,1986) hlm.
20.
[19] Luwis Ma’luf, Al munjid fi Al-Lughah, Darul
Kitab Al-Arabi, cet. X, Beirut, t.t., hlm.207
[20] Lihat al-Milal,I/48
[21] Dikutip dari Nasy‘ah,hlm.430/31.
[23]Lihat Fi‘ilm al-Kalam,
75/6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
http://www.facebook.com/theicol