Rabu, 03 Juli 2013

PENGANTAR STUDI ISLAM



TERORIS MENGATASNAMAKAN ISLAM
MAKALAH
” PENGANTAR STUDI ISLAM ”

Oleh:
           Faisol Huda                    : B74210076
           KLAS                             : 1E2
           SEMESTER                   : 1


Dosen Pembimbing :
RUDY AL HANA, M.Ag

FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010 


BABI
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Perbincangan mengenai aliran dalam Islam selalu menjadi kajian aktual dalam konteks kenegaraan Islam. Hal ini terjadi karena adanya wacana tumpang tindih antara hukum agama dan hukum kenegaraan, dalam konteks ke-Indonesiaan. Masalah yang sudah ada legitimasi hukumnya bisa jadi menjadi kajian akademik sampai yang akan datang karena adanya perbedaaan antara legitimasi di dalam kenegaraanya dan dalam agama penduduknya.
Aliran- aliran dalam Islam sendiri disebutkan ada dua, yakni Aliran Khawarij dan Mu’tazilah.
Secara etimologis Khawarij bersal dan bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.[1] ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah.[2] Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[3]
Kaum Mu‘tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofi daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan Mur’jiah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

1.      Pengertian
2.      MACAM MACAM
3.      PEROBLEM
4.      PANDANGAN ISLAM
5.      PENDAPT LAIN  



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KHAWARIJ
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbifrase (takhim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontakan) Muawiyah bin Abi sufyan perihal persenketaan khalifah.[4] Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah di bai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak kholaifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.[5]
Selain nama Khawarij, ada beberapa nama lagi yang dinisbatkan kelompok aliran ini antara lain al-muhakkimah, syurah, haruriyah dan al-mariqah.
Al-muhakkimah berasal dari semboyan mereka yang terkenal (Tiada hukum kecuali hukum Allah) atau (Tidak ada pembuat hukum kecuali Allah). Berdasarkan alasan inilah mereka menolak keputusan Ali bin Abi Tholib. Menurut pendapat aliran ini yang berhak memutus perkara hanya Allah, bukan melalui arbitrase (tahkim)[6]
Syurah berasal dan syara’- syira’an artinya menjual. Penamaan ini didasarkan pada Q. S. 2:207 : Dan diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk memperoleh keridlaan Allah. Pengikut aliran ini menganggap kelompoknya sebagai golongan yang dimaksud dengan ayat diatas.[7]
Haruriyah berasal dan kata Harurah, nama daerah tempat menggalang kekuatan dan pusat kegiatan kelompok ini setelah memisahkan diri dari Ali bin Abi Thalib. Haruriyah berarti orang-orang berkebangsaan Harurah[8].
Al-Mariqah berasal dan kata maraqa artinya anak panah keluar dari busurnya. Pemberian nama ini oleh orang-orang yang tidak sepaham (lawan) aliran ini karena dianggap telah keluar dari sendi-sendi agama Islam[9].
Adanya sebutan (nama) yang variatif bagi aliran khawanij itu didasarkan kepada slogan-slogan yang diproklamirkan aliran ini, atau berdasarkan markas dan pusat perkembangan serta penyebaran aliran ini, bahkan ada yang berdasarkan kecaman dan yang tidak sefaham dengan aliran ini.

B.     KHAWARIJ DAN DOKTRIN - DOKTRIN POKOKNYA
Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut:
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c.       Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman,[10]
d.      Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Ustman r.a. dianggap telah menyeleweng,
e.       Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
f.       Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ani juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,[11]
g.      Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga Kafir,[12]
h.      Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacuali) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
i.        Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (negara islam).[13]
j.        Seseorang harus menghindari dan pimpinan yang menyeleweng,
k.      Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus kedalam neraka),
l.        Amar ma’rufnahi munkar
m.    Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat (samar),
n.      Qur’an adalah makhluk,[14]
o.      Manusia bebas memutuskan perbuatan bukan dari Tuhan.[15]

Bila dianalisis seacara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori : politik, teologi, dan sosial. Dari poin a sampai dengan poin g dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara (khilafah).
Dibuat pulalah doktrin teologi tentang dosa besar sebagaimana tertera pada poin h dan k. Akibat doktrinnya yang menentang pemerintah, Khawarij harus menanggung akibatnya. Mereka selalu dikejar-kejar dan ditumpas oleh pemerintah. Kemudian perkembangannya, sebagaimana dituturkan Harun Nasution, kelompok ini sebagai besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdaat di Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia Selatan.[16]
Adapun Doktrin-doktrin selanjutnya yakni dari poin l sampai o, dapat dikategorikan sebagai doktrin teologis sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok Khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tazihah,[17] meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji lebih mendalam.

C.    PERKEMBANGAN KHAWARIJ
Khawarij terkenal karena ketidaksudian dan keengganan berkompromi dengan pihak manapun yang dianggap bertentangan dan berseberangan dengan pendapat dan pemikirannya, sehingga muncullah beberapa kelompok sektarian (sempalan) dari aliran khawarij ini yang masing-masing sekte tersebut cenderung memilih imamnya sendiri dan menganggap sebagai satu-satunya komunitas muslim yang paling benar.
Hal inilah yang menyebabkan kaum khawarij mudah terpecah belah menjadi sekte-sekte kecil dan terus-terus menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan Umat Islam yang ada pada masanya.
Mengenai jumlah sekte khawarij, ulama berbeda pendapat, Abu Musa Al-Asy’ary mengatakan lebih dan 20 sekte, Al-Baghdady berpendapat ada 20 Sekte, Al-Syahristani menyebutkan 18 Sekte, Mustafa al-Syak’ah berpendapat ada 8 sekte, Muhammad Abu Zahrah menerangkan 4 sekte, Sedangkan Harun Nasution sendiri ada 6 sekte penting yaitu:

1.      A1-Muhakkimah
Pemimpin sekte ini bersama Abdullah bin Wahab al-Risbi yang dinobatkan setelah keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Dalam paham Sekte ini Ali, Muawiyah dan semua orang yang terlibat dan menyetujui arbitrase dituduh telah menjadi kafir karena telah menyimpang dari ajaran Islam berdasarkan Q.S.5 : 44.
Sekte ini juga berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar
seperti membunuh tanpa alasan yang benar dan berxina adalah kafir.

2.      A1-Azariqah
Sekte Al-Azariqah lahir sekitar tahun 60 H.(akhir abad 7 M). Berdasarkan prinsip dan pemikirannya, pengikut Al-Azariqah banyak melakukan pembunuhan terhadap sesama umat Islam yang berada di luar wialayah daerah kekuasaan mereka. Mereka menganggap daerah mereka sebagai dar al-islam, diluar daerah itu dianggap dar al-kufr (daerah yang dikuasai / diperintah orang kafir).

3.      A1-Najdat
Penanaman sekte ini dinisbatkan kepada pemimpinnya yang bernama Najdah bin Amir al-Hanafi, penguasa daerah Yamamah dan Bahrain. Lahirnya sekte ini sebagai reaksi terhadap pendapat Nafi (pemimpin al - Azariqah) yang dianggap terlalu ekstrem.
Pendapat Nafi yang ditolak adalah tentang:
a.       Kemusyrikan pengikut Al-Azariqah yang tidak mau hijrah kewilayah al - Azaniqah.
b.      Kebolehan membunuh anak-anak atau istri orang yang dianggap musyrik. Pengikut Al-Najdat memandang Nafi dan orang-orang yang mengakuinya sebagai khalifah telah menjadi kafir.
4.      A1-Ajaridah
Pemikiran sekte ini adalah Abdul Karim bin Ajarrad. Pemikiran sekte ini lebih moderat dari pada pemikiran al-Azariyah. Sekte ini berpendapat:
a.       Tidak ada kewajiban hijrah kewilayah daerah al-Ajaridah
b.      Tidak boleh merampas harta dalam peperangan kecuali harta orang yang mati terbunuh.
c.       Anak-anak kecil tidak dapat dikategorikan orang musyrik.
d.      Surat Yusuf bukan bagian dari al-Qur’an, karena al-Qur’an sebagai kitab suci tidak layak memuat cerita percintaan seperti yang terkandung dalam surat yusuf.

5.      A1-Sufriyah
Sekte ini membawa paham yang mirip dengan paham al-Azariqah akan tetapi lebih lunak. Nama al-Sufriyah berasal dari nama pemimpin mereka yang bemama Zaid bin Asfar.
Pendapat dari sekte al-Surfiyah yang terpenting adalah:
a.       Umat islam non khawarij adalah musyrik, tetapi boleh tinggal bersama mereka dalam perjanjian damai (genjatan senjata) asalkan tidak menggangu dan menyerang.
b.      Kufur atau kafir mengandung dua arti yaitu kufr al-nikmat (mengikar nikmat Tuhan) dan kufr bi Allah (mengikari Allah). Kufr al-nikmat tidak berarti keluar dari Islam.
c.       Taqiyah hanya dibenarkan dalam bentuk perkataan, tidak dibenarkan dalam bentuk tindakan (perbuatan).
d.      Perempuan Islam diperbolehkan menikah dengan laiki-laki kafir apabila terancam keamanan dirinya.

6.      Al - Ibadiyah
Sekte ini dilahirkan oleh Abdullah bin Ibad al-Murri al-Tamimi tahun 686 M. Doktrin sekte ini yang terpenting adalah:
a.       Orang Islam yang berbuat dosa besar tidak dapat dikatakan mukmin, akan tetapi muwahhid.
b.      Dar al-kufr adalah markas pemerintah yang harus diperangi, sedangkan diluar itu disebut dar al-tauhid dan tidak boleh diperangi.
c.       Yang boleh menjadi harta perampasan perang adalah kuda dan peralatan perang.
d.      Umat Islam non khawarij adalah orang yang tidak beragama tetapi bukan orang musyrik.[18]

D.    MU’TAZILAH
Secara harfiah kata Mu‘tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berati juga menjauh atau menjauhkan diri.[19] Secara teknis, istilah mu‘tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan Pertama (selanjutnya disebut mu‘tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi thalib dari lawan-lawannya terutama mu’awiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
Golongan Kedua (selanjutnya disebut Mu‘tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang dikalangan khawarij dan mur’jiah akibat adanya peristiwa takhim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan murji‘ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.

Analisa Mu’tazilah
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku Ilmu al-Kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’ serta temannya’Amr Ibn’ Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-basri di Mesjid Basrah. Pada suatu hari datang seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar, Sebagaimana diketahui kaum khawarij memandang mereka kafir sedang kaum Murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan : “Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara keduanya ; tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ke tempat lain di mesjid; disana ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas penistiwa ini Hasan al-Basri mengatakan:
“Wasil menjauhkan diri dari kita (I’tazala’anna).” Dengan demikian ia serta teman-temannya, kata al-Syahrastani, disebut kaum mu’tazilah.[20]
Versi-versi lain pun mulai bermunculan setelah itu, misal versi menurut al-Baghdadi, menurut Tasy Kubra Zadah, menurut Al-Mas’udi, dan sebuah teori baru menurut Ahmad Amin. Semua versi tersebut bercerita lain tentang mu’tazilah dan memunculkan istilah-istilah baru untuk mu’tazilah.
Untuk mengetahui asal-usul nama mu’tazilah itu dengan sebenarnya memang sulit. Berbagai pendapat diamajukan ahli-ahli, tetapi belum, ada kata sepakat antara mereka. Yang jelas ialah bahwa nama Mu’tazilah sebagai designate bagi aliran teologi rasional dan liberal, dalam Islam timbul sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan al-Basri di Basrah dan bahwa lama sebelum terjadinya peristiwa Basrah itu telah pula terdapat kata-kata I’tazala, al-mu‘tazilah. Tetapi apa hubungan yang terdapat antara Mu’tazilah pertama dan mu’tazilah kedua, fakta-fakta yang ada belum dapat memberikan kepastian. Selanjutnya siapa sebenarnya yang memberikan nama mu’tazilah kepada Wasil dan pengikut-pengikutnya tidak pula jelas. Ada yang mengatakan golongan lawanlah yang memberikan nama itu kepada mereka. Tetapi kalau kita kembali ke ucapan-ucapan kaum Mu’tazilah itu sendiri, akan kita jumpai disana keterangan-keterangan yang dapat memberikan kesimpulan bahwa mereka sendirilah yang memberikan nama itu kepada golongan mereka; atau sekurang-kurangnya mereka setuju dengan nama itu. Al Qadi’ Abd al-Jabbar, umpamanya mengatakan bahwa kata-kata I’tazala yang terdapat dalam al-Qur’an mengandung arti menjauhi yang salah dan tidak benar dan dengan demikian kata mu’tazilah mengandung arti pujian.[21] Selanjutnya ia menerangkan adanya hadis Nabi yang mengatakan bahwa umat akan terpecah menjadi 73 golongan dan yang paling patuh dan terbaik dari seluruhnya ialah golongan Mu’tazilah.[22] Bahkan menurut Ibn al Murtaba kaum mu’tazilah sendirilah, dan bukan orang lain yang memberikan nama itu kepada golongan mereka.[23]

E.     Al-Ushul Al Kamsah : Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah
Kelima Ajaran dasar Mu‘tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-kharusah adalah at-tauhid (pengesaan Tuhan), al-adi (keadilan Tuhan), al-waad wa al-wa‘id (janji dan ancaman Tuhan), al-manzilah bain al-manzilatin (posisi diantana dua posisi), dan al-amr ni al-ma‘ruf wa al-nahy al-munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran).

1.      At-Tauhid
At-Tauhid (Pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dari intisari ajaran Mu‘tazilah. Sebanarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini. Namun, bagi Mu‘tazilah, tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada satu pun yang menyamai-Nya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dan satu, maka telah terjadi ta‘adud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak berpemulaan).[24]
Penolakan terhadap faham antropomorfistik bukan semata-mata atas pertimbangan akal, melainkan memiliki rujukan yang sangat kuat di dalam Al-Qur’an. Mereka berlandasan pada pernyataan Al-Qur’an yang berbunyi:


Artinya: “Tak ada satu pun yang menyamai-Nya.”(Q.S. Asy Syura [42]:9).

2.      Al-Adi
Ajaran dasar Mu‘tazilah yang kedua adalah al-adi, yang berarti Tuhan Maha adil. Adil ini merupakan Sifat yang paling gambling untuk menunjukkan kesempurnaan. Karena Tuhan Maha Sempunna, Dia sudah pasti Adil. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semseta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia.
Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal, antara lain berikut ini.
a.       Perbuatan Manusia
b.      Berbuat baik dan terbaik
c.       Mengutus Rasul

3.      A1-Wa’d wa aI-Wa’id
Ajaran ketiga ini sangat erat hubungannya dengan ajaran kedua di atas. Al-Wa’d wa Al-Wa‘id berarti janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana, tidak akan melanggarkan janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (al-muthi) dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka (al-ashi). Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan pada orang yang betobat nasuha pasti benar adannya.[25]
4.      AI-Manzilah bain al-Manzilatain
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mu‘tazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Seperti tercatat dalam sejarah, Khawarij menganggap orang tersebut sebagai kafir bahkan musyrik, sedangkan mur’jiah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan. Boleh jadi dosa tersebut diampuni Tuhan.
Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik.
5.      AI-Manzilah bain al-Manzilatain
Ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemunkaran (Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an Munkar). Ajaran ini menekan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengankuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramar ma‘ruf dan nahi munkar, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang tokohnya, Abd Al-Jabbar, yaitu berikut ini.
a.       Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar.
b.      Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang.
c.       Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma‘ruf atau nahi munkar tidak akan membawa madarat yang lebih besar.
d.      Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Ø  Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (takhim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontakan) Muawiyah bin Abi sufyan perihal persenketaan khalifah.
Dalam perkembangan Khawarij ada berbagai sekte yakni:
Mengenai jumlah sekte khawarij, ulama berbeda pendapat, Abu Musa A1-Asy’ary mengatakan lebih dari 20 sekte, Al-Baghdady berpendapat ada 20 Sekte, Al-Syahristani menyebutkan 18 Sekte, Mustafa al-Syak’ah berpendapat ada 8 sekte, Muhammad Abu Zahrah menerangkan 4 sekte, Sedangkan Harun Nasution sendiri ada 6 sekte penting yaitu:
Al-Muhakkimah, Al-A zariqah, Al-Najdat, Al-Ajaridah, Al-Sufriyah, Al Ibadiyah.
Ø  Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dan I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berati juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah mu’tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan Pertama (selanjutnya disebut mu‘tazilah I) & Golongan Kedua (selanjutnya disebut mu‘tazilah II).
Al-Ushul Al Kamsah : Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah
Kelima Ajaran dasar Mu‘tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah at-tauhid (pengesaan Tuhan), al-adl (keadilan Tuhan), al-waad wa al-wa‘Id (janji dan ancaman Tuhan), al-manzilah bain al-manzilatin (posisi diantara dua posisi), dan al-amr ni al-ma‘ruf wa al-nahy al-munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran)



[1] ‘Abdu Al-Qohir bin Thahir bin Muhammad Al-Bagdadi, Ai-Farq bain Al-firaq, Al-Azhar, Mesir, 1037, hlm.75
[2] Abi Al- Fath Muhammad Abd Al- Karim bin Abi Baskar Ahmad Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr, Libanon, Beirut, t.t Hlm 114
[3] Ali Mushtafa Al-Ghurabi, tarikh Al-Firaq al-lslamiyah wa nasy’atu Ilmi A-Kalami Indo Al-Muslimin, Maktabah wa mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa auladuhu, Haidan Al-Azhar, Mesir cet II, 1958, hlm.264
[4] Harun nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI. Preess, cet. 1, 1985. Hlm.11
[5] Rahman op.cit, hlm. 245.
[6] Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah, Analisa dan pemikiran, ( Raja Grafindo Persada,1 995) hlm.196.
[7] A1-Syahristani, op.cit h. 125.
[8]A.Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 2, (Pustaka al-Husna, 1988).Hlm. 309.
[9] A1-Syahristani, op.cit h. 125.
[10] Nasution, op.cit. hlm 12.
[11] A1-bagdadi, op.cit., hlm 73.  
[12] Nurcholis Madjid, (Ed), Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang cet. II Jakarta 1985,      hlm. 12.
[13] Ibid., Hlm.13.
[14]Madzkur, op cit., hlm.110.
[15]Madjid loc. cit.
[16]Nasution Teologi. . . , hlm. 21.
[17]Mac Iver, op. cit., hlm. 173

[18]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, ánalisa Perbandinga, (UI Press,1986) hlm. 20.
[19] Luwis Ma’luf, Al munjid fi Al-Lughah, Darul Kitab Al-Arabi, cet. X, Beirut, t.t., hlm.207
[20] Lihat al-Milal,I/48
[21] Dikutip dari Nasy‘ah,hlm.430/31.
[22] Ibid
[23]Lihat Fi‘ilm al-Kalam, 75/6
[24]Abd Al-Jabbar bin ahmad, Syarh Al-Ushul A1-Kharusah, Maktab Wahbah Kairo, 1965. Hlm.196.
[25]Mazru’ah, op.cit.hlm 138-139.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

http://www.facebook.com/theicol